IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDAFTARAN MEREK SECARA ONLINE Di Direktorat Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Dan HAM Republik Indonesia
IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN
PENDAFTARAN
MEREK SECARA ONLINE
Di
Direktorat Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Kementerian
Hukum Dan HAM Republik Indonesia
TUGAS
KARYA TULIS
MATA
KULIAH SEMINAR KEBIJAKAN PUBLIK
Oleh : ADHERI
ZULFIKRI,SH
NIM :
216030101111060
PROGRAM MAGISTER
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
, puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan izin dan ridho Nya serta
melimpahkan rahmat rahman dan rohim Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas KARYA TULIS yang berjudul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDAFTARAN MEREK
SECARA ONLINE Di Direktorat Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum Dan HAM Republik Indonesia” . Karya Tulis ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah SEMINAR
KEBIJAKAN PUBLIK kelas Reguler 2 pada program Magister Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Tahun 2022.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDAFTARAN MEREK
SECARA ONLINE Di Direktorat Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum Dan HAM Republik Indonesia berkaitan erat dengan etika
birokrasi, dimana didalam penyelenggaraan pemerintahan khususnya di Indonesia
sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas dari pejabat publik atau aparat
pelaksana birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas dan peranannya sebagaimana
dimaksud dengan fungsi pokok pemerintahan yakni Fungsi Pelayanan, Fungsi
Pengaturan, dan Fungsi Pemberdayaan Masyarakat. Sehingga ketika memasuki pokok
pembicaraan tentang etika birokrasi adalah sama dengan kita membicarakan
bagaimana pejabat publik atau aparat pelaksana birokrasi menjalankan fungsinya
sesuai dengan tata aturan yang ada dan mengaturnya sehingga dalam hal pelayanan
publik terhadap kebijakan pendaftaran Kekayaan Intelektual berarti kita
membicarakan bagaimana aparatur pelaksana tugas pendaftaran Kekayaan
Intelektual menjalankan fungsinya dalam mengimplementasikan kebijakan publik
yang ada dan diterbitkan oleh Pejabat Publik khususnya Direktorat Merek.
Penulis menyadari dalam Karya Tulis ini masih banyak
diperlukan bimbingan , asuhan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr.
Ir. Nuhfil Hanani AR., MS., selaku
Rektor Universitas Brawijaya
2.
Prof. Dr. Moh Khusaini, SE., M.Si. M.A., selaku
Direktur Program Pasca Sarjana
3.
Drs. Andy Fefta Wijaya MDA., Ph.D., selaku
Dekan Fakultas Ilmu Administrasi.
4.
Prof.Dr.Drs. Abdul Hakim,M.Si, selaku
Dosen Ketua pada mata kuliah Seminar Kebijakan Publik
5.
Dr.Rer.Pol.Romy Hermawan , S.Sos,M.AP, selaku
Dosen Anggota pada mata kuliah Seminar Kebijakan Publik
6.
Ir. Razilu , M.Si,CGCAE, selaku
Plt Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI
7.
Nofli, S.Sos,SH,MSi, selaku
Direktur Merek dan Indikasi Geografis pada Direktur Jenderal Kekayaan
Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI
8.
Istri dan Anak-anak ku , Eka Aprianty Nasution, SH,
Ghina Safira Zulfikri, Nawfal Ramadhon Zulfikri, Azka Ayman Zulfikri serta
semua keluarga terdekat yang telah memberikan dukungan moral sehingga
terselesaikannya tugas karya tulis ini tepat pada waktunya.
9.
Teman-teman seangkatan Reguler 2 Program Magister
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijya Angkatan
2021 atas Kerjasama dan motivasinya,
10.
Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu , atas bantuan dalam penyelesaian Karya Tulis ini.
Semoga
Allah SWT memberikan limpahan Rahmat Rahman dan Rahim Nya atas budi baik serta ketulusan yang telah mereka
berikan selama ini kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Karya
Tulis ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga diharapkan adanya kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tulisan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Karya Tulis ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua.
Malang, 01
Maret 2022
Penulis
Adheri Zulfikri, SH
NIM : 216030101111060
Halaman Sampul Depan
……………………………………………………………………… 0
Kata Pengantar
………………………………………………………………………………… 1
Daftar Isi
………………………………………………………………………………………… 3
Abstrak
…………………………………………………………………………………………. 4
BAB I PENDAHULUAN
………………………………………………………………………. 6
I.1. Latar Belakang
Masalah ………………………………………………………… 6
I.2.
Perumusan Masalah ……………………………………………………………… 9
I.2.
Tujuan penulisan ……………………………….………………………………… 10
I.3.
Manfaat penulisan ……………………………….………………………………... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
……………………………….……………………………………... 11
BAB III METODE
PENULISAN ……………………………….………………………………... 13
III.1.
Pengumpulan Data dan Informasi ……………………………….………………. 13
III.2.
Pengolahan Data dan Informasi ………………………………….………………. 13
BAB IV ANALISIS DAN
SINTESIS ……………….…………………………….………………. 14
IV.1.
Pengertian Etika ……………………………….……………………………….…. 15
IV.2.
Etika Birokrasi ……………………………………………………….………………
16
IV.3.
Etika Publik ……………………………….………………………………………….
17
IV.4.
Etika Publik Dalam Pelaksanaan Pelayanan Publik ……………………………. 17
IV.5.
Implementasi Etika Pelayanan Publik Dalam Proses Perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual
……………….……………………………….………………. 23
IV.6.
Prosedur Dan Tata Cara Pendaftaran Merek ……………………………………. 25
BAB V KESIMPULAN DAN
SARAN ……………………………….……………………………. 27
A. Kesimpulan
……………………………….……………………………………………. 27
B. Saran
……………………………….…………………………………………………... 28
BAB VI DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………………….………………… 29
Abstract
IMPLEMENTATION
OF ONLINE BRAND REGISTRATION POLICY
In the Brand
Directorate
Directorate
General of Intellectual Property
Ministry of
Law and Human Rights of the Republic of Indonesia
Implementation of online
Brand resgistration policye on process
of Registering Intellectual Property Rights in Indonesia today, especially
after the pandemic period has undergone many changes, much more practical, transparent
and accountable which aims to meet the needs and satisfaction of INTELLECTUAL
PROPERTY RIGHTS OWNERS as PROSPECTIVE REGISTRANTS in the issuance of
Intellectual Property Rights Certificates. Online integrated services have been
carried out by the Directorate General of Intellectual Property procedurally
has fulfilled the wishes of prospective registrants, because currently in its
implementation has also been running well, because the service is provided to
all levels of society and legal entities regardless of the degree or social status
of candidates for registration in the service. In addition to service products
there are supporting factors in the service, namely the ability and skills of
the Directorate General of Intellectual Property apparatus in working must be
careful and careful because post-registration online, namely when entering the
announcement phase and especially when entering the substantive examination
phase there are often disputes in the form of rejection of intellectual
property registration that leads to legal appeals at the Appeals Commission and
not infrequently the next one is litigated in the Commercial Court. While the
inhibiting factor of service is when the server hank or the occurrence of
internet interference.
Keywords: Implementation of Policies, Public Policy,
Intellectual Property Rights, Trademarks and Services
INTISARI
IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PENDAFTARAN MEREK SECARA ONLINE
Di Direktorat
Merek
Direktorat
Jenderal Kekayaan Intelektual
Kementerian
Hukum Dan HAM Republik Indonesia
Implementasi
Kebijakan Pendaftaran Merek secara online pada Proses Pendaftaran Hak Kekayaan
Intelektual di Indonesia saat
ini khususnya pasca masa pandemic sudah banyak mengalami berbagai perubahan ,
jauh lebih praktis, transparan dan akuntabel yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan PARA PEMILIK HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL sebagai CALON
PENDAFTAR dalam penerbitan SERTIFIKAT Hak Kekayaan Intelektual. Pelayanan
terpadu secara ONLINE telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual secara prosedur telah memenuhi keinginan CALON PENDAFTAR , karena
saat ini dalam pelaksanaannya juga sudah berjalan dengan baik, karena pelayanan
diberikan keseluruh lapisan masyarakat maupun badan hukum tanpa memandang
derajat maupun status social CALON PENDAFTAR pada layanan tersebut. Selain
produk layanan ada faktor pendukung dalam pelayanan yaitu kemampuan dan
ketrampilan aparatur Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dalam bekerja
harus cermat dan teliti oleh karena pasca pendaftaran secara ONLINE yakni
disaat memasuki fase pengumuman maupun khususnya saat memasuki fase pemeriksaan
substantif sering terjadi perselisihan
berupa penolakan atas pendaftaran Kekayaan Intelektual yang berujung pada upaya
hukum Banding pada Komisi Banding dan tidak jarang yang selanjutnya berperkara
di Pengadilan Niaga. Sedangkan factor penghambatnya pelayanan adalah saat
server hank atau terjadinya gangguan internet.
Kata Kunci : Implemantasi Kebijakan, Kebijakan
Publik, Hak Kekayaan Intelektual, Merek Dagang dan Jasa
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Keterbukaan
informasi publik merupakan salah satu pilar kebebasan berekspresi serta pilar
demokrasi, transparansi dan good governance. Dalam Undang-Undang tersebut, hak
masyarakat untuk mendapatkan informasi mendapatkan jaminan, dan implementasi
kebijakan keterbukaan informasi publik menjadi salah satu upaya pemenuhan hak
asasi manusia (HAM). Selain itu, dengan adanya keterbukaan informasi publik,
masyarakat dapat memantau lajunya kinerja pemerintahan. Oleh karena itu, setiap
lembaga Badan Publik harus menyediakan petugas bagi pelayanan masyarakat di
bidang informasi. Petugas Komunikasi dan Informatika ini baik dalam tingkat
nasional, provinsi ataupun daerah memiliki tugas pokok yang diatur oleh
Undang-Undang No 14/2008 terkait Keterbukaan Informasi Publik. Melalui
undang-undang, setiap badan publik memiliki kewajiban untuk menjalankan
kebijakan KIP agar tujuan undang-undang tersebut dapat tercapai.
Terwujudnya
pemerintahan terbuka menjadi salah satu ciri dari good governance atau
pemerintahan yang baik. Suatu pemerintahan dapat dikatakan telah melaksanakan
prinsip-prinsip good governance apabila dalam penyelenggaraan pemerintahan
terdapat manajemen pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab serta memiliki
prinsip yang sejalan dengan konsep demokrasi (Sedarmayanti, 2004: 22). Ada dua
orientasi dalam kepemerintahan yang baik. Pertama, orientasi negara harus
mengarah pada pencapaian tujuan nasional. Kedua, pemerintah harus memiliki
fungsi yang ideal seperti bekerja secara efektif dan efisien untuk mengupayakan
tujuan nasional (Sedarmayanti, 2004: 42).
Hak
Kekayaan Intelektual merupakan hak yang bersumber dari hasil kegiatan
intelektual (olah daya pikir) manusia yang menghasilkan suatu produk atau
proses yang berguna bagi manusia, yang memiliki manfaat ekonomi atau hak yang
didapatkan dari hasil kreativitas intelektual (olah pikir manusia) dalam
menghasilkan suatu produk , jasa, atau proses yang berguna untuk masyarakat.
Direktorat
Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM
Republik Indonesia sebagai BADAN PUBLIK secara de facto dan de jure memiliki
kewajiban dalam memenuhi kebutuhan pelayanan publik berupa pendaftaran merek
dagang dan jasa oleh masyarakat maupun badan hukum. Hal ini telah dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada Kementerian Hukum dan HAM
Republik Indonesia yang telah berhasil menerapkan pelayanan publik dengan
mempergunakan teknologi internet pada website www.dgip.go.id atau dikenal dengan aplikasi Kekayaan
Intelektual Online (KI ONLINE), sehingga pemanfaatan teknologi informasi dan
pelayanan publik ini dapat dengan mudah di akses selama 1x24 jam oleh
masyarakat yang berkeinginan untuk mendaftarkan Kekayaan Intelektual yang
dimilikinya dengan ketepatan waktu serta biaya yang murah , transparansi dan
akuntable.
Bagi
produsen, MEREK berguna untuk membedakan produksi barang atau jasa yang
dimilikinya dengan produk barang atau jasa milik produsen lainnya dan
berfungsi sebagai tanda pengenal
perusahaan dalam memperkenalkan citra perusahaan dalam pemasarannya (market),
bagi Konsumen berguna untuk mengenali siapa produsen dari barang atau jasa yang
ada dipasaran (market) dan berfungsi untuk menaikkan gengsi (harga diri)
pemakainya.
Selain defenisi
diatas , dapat juga didefenisikan Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang
timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya cipta di
bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan karya sastra, yang keseluruhan
karya ini dihasilkan atas kemapuan intelektual melalui pemikiran , daya cipta
dan rasa yang memerlukan curahan tenaga , waktu dan biaya untuk memperoleh
“produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau sejenisnya.(adibrata
Jurnal Vol 1 Nomor 1, April 2021).
Dalam penulisan
Karya Tulis ini , penulis ingin mengkaji bagaimana dan sejauh mana iplementasi
perlindungan kekayaan intelektual dilaksanakan di Indonesia. Penulisan ini juga
mengkaji factor-faktor pendukung dan penghambat Direktorat Merek Direktorat
Jenderal Kekayaan Intelektual pada Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia
dalam Implementasi Kebijakan Pendaftaran Merek secara online pada Proses
Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Sebelum menuju kepada hal tersebut
penulis akan menguraikan terlebih dahulu yang dimaksud dengan implementasi yang
menjadi kebijakan publik didalam pengaturan tata cara perlidnungan Hak kekayaan
Intelektual di Indonesia.
Menurut Syaukani dkk (2004 : 295) Implementasi adalah pelaksanaan
serangkaian kegiatan dalam rangka untuk memberikan kebijakan publik sehingga
kebijakan dapat membawa hasil, seperti yang diharapkan.
Mereka termasuk serangkaian kegiatan, persiapan Pertama maju
menetapkan aturan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Kedua,
mempersiapkan sumber daya untuk mendorong pelaksanaan kegiatan termasuk
infrastruktur, sumber daya keuangan dan tentu saja penentuan siapa yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan ini. Ketiga, bagaimana
mengahantarkan kebijaksanaan konkret untuk umum.
Berdasarkan pandangan ini
diketahui bahwa proses pelaksanaan kebijakan yang sebenarnya tidak hanya
perilaku badan administratif bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan ketaatan kepada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut
jaringan kekuatan politik, ekonomi, sosial dan secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat untuk menetapkan
arah yang tujuan kebijakan publik dapat terwujud sebagai hasil dari kegiatan
pemerintah.
Sehingga
dengan demikian arti penting perlindungan Hak kekayaan Intelektual ini menjadi
lebih penting dari sekedar keharusan setelah dicapainya kesepakatan GATT
(General Agreement on Tariff and Trade) dan setelah Konfrensi Markesh pada
bulan April 1994 disepakati pula kerangka GATT akan diganti dengan system
perdagangan dunia yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO) yang
ratifikasinya dilakukan oleh Pemerintah RI melalui UU No.7 tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), di undangkan dalam LNRI 1994 Nomor
57, tanggal 2 November 1994. Didalam
struktur Lembaga WTO terdapat Dewan Umum (General Council) yang berada
dibawah Dirjend WTO. Dewan Umum ini selanutnya membawahi tiga dewan, yang salah
satu diantaranya Dewan TRIPs (Trade Related Aspectc Of Intelectual Property
Rigths (Zaim Saidi, 1995).
TRIPS
merupakan mekanisme yang sangat efektif untuk mencegah alih teknologi, yang
memainkan peranan kunci dalam proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
(Mohtar Mas’oed, Makalah WALHI Medan 1994).
Selain
telah meratifikasi GATT 1994, Indonesia telah pula menerbitkan Kebijakan Publik
berupa peraturan perundang-undangan yang juga meratifkasi beberapa konvensi
atau traktat internasional lainnya yang dikenal dengan KONVENSI PARIS
diratifikasi melalui Keppres No. 15 tahun 1997, lalu traktat internasional
tentang Patent (Patent Cooperation Treatry) yang diratifikasi melalui Keppres
No. 16 tahun 1997, lalu traktat internasional tentang Merek (Trade Mark and Law
Treaty) diratifikasi melalui Keppres No. 17 tahun 1997, lalu hasil-hasil
Konvensi Bern yang diratifikasi melalui Keppres No.18 tahun 1997 serta WIPO
Copyrights Treaty yang diratifikasi melalui Keppres No.19 tahun 1997.
Saat ini
tentang masing-masing bidang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia dapat kita
temukan di dalam Undang-Undang Indonesia yakni Hak Cipta diatur oleh UU No. 28
tahun 2014, Paten diatur oleh UU No. 13 tahun 2016 , Desain Industri diatur
oleh UU No. 31 tahun 2000, Merek dan Indikasi Geografis diatur oleh UU No. 20
tahun 2016, Desain tata Letak Sirkuit Terpadu diatur oleh UU No. 32 tahun 2000,
Rahasia Dagang diatur oleh UU No/ 30 tahun 2000, Perlindungan Varietas Tanaman
di atur oleh UU No. 29 tahun 2000 sebagai bagian dari Kebijakan Publik dalam
melindungi Hak kekyaan Intelektual di Indonesia.
Tata cara
pengamanan Hak Kekayaan Intelektual telah terurai diberbagai ketentuan
Undang-Undang tersebut diatas yang telah mengaturnya, sehingga secara garis
besar Hak Kekayaan Intelektual itu terdiri atas Hak Cipta (copyrights) dan Hak
Kekayaan Industri (Industrial Property Rights) yang didalamnya terdapat
bahagian lainnya yakni Paten, Desain Industri (Industrial Design), Merek (Trade
Mark and Service Mark), Indikasi Geografis (indication geograpich), Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu (layout design of integrafted circuit), Rahasia Dagang
(trade secret) dan Perlindungan Varietas Tanaman (Wikipedia.2021) dan
penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
((Perdana, 2017)).
Didalam
system perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual terdapat hasil dari daya
karya pikiran, tenaga dan dana untuk mendapatkan kekayaan tersebut, dan untuk
perlindungan saat ini tata cara untuk memperoleh perlindungan atas Hak Kekayaan
Intelektual yang diatur dengan kebijakan publik yang diterbitkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk Undang-Undang yang mengaturnya yakni
dengan cara PENDAFTARAN atas masing-masing Hak Kekayaan Intelektual.
I.2. Perumusan Masalah
Dalam penulisan Karya Tulis ini penulis menemukan
beberapa masalah yang menjadi tolak ukur maupun berhasil atau tidaknya suatu
Kebijakan Publik dalam hal ini dalam kebijakan publik yang diterbitkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia dalam bentukan berupa hasil ratifikasi menjadi
Undang-Undang yang kemudian sebagai implementasi kebijakan tersebut maka
diterbitkan berbagai peraturan Presiden Republik Indonesia maupun peraturan
Menteri terkait.
Adapun permasalahan dalam
Karya Tulis ini yakni :
1.
Bagaimanakah
Etika Pelayanan Publik dalam Implementasi terhadap proses perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual di Indonesia
2.
Apakah
Kebijakan Publik yang melindungi Kekayaan Intelektual berjalan dengan
semestinya sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pemilik Hak
Kekayaan Intelektual.
3.
Mengapa
peranan teknologi sangat dibutuhkan dalam pelayanan pendaftaran Hak Kekayaan
Intelektual
I.3. Tujuan penulisan
Penulisan
Karya Tulis ini bertujuan untuk menjelaskan tentang proses pelaksanaan
perlindungan Kekayaan Intelektual di Indonesia dengan berbagai Kebijakan Publik
yang dipergunakan untuk melindungi Kekayaan Intelektual di Indonesia sehingga
memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pemilik Hak Kekayaan Intelektual
khususnya dibidang Merek Dagang dan Jasa di Indonesia.
I.4 Manfaat penulisan
Penulisan
Karya Tulis ini diharapkan memberikan manfaat bagi pembaca tentang bagaiamana
cara melindungi Kekayaan Intelektual yang dimilikinya dan bagaimana cara
mengawasi kinerja pejabat publik atau pelaksana tugas birokrasi dalam pelayanan
pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual khususnya dibidang Merek Dagang dan Jasa
di Indonesia. di Indonesia.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
Adapun
beberapa penelitian , karya tulis, maupun makalah terdahulu yang penulis
temukan terkait dengan IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PENDAFTARAN MEREK SECARA ONLINE Di Direktorat Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum Dan HAM Republik Indonesia, sebagai berikut :
1.
Jurnal
Administrasi Publik volume 2 tahun 2018 yang berjudul “Implementasi
Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik pada Dinas Kominfo Kota Tasikmalaya”
Karya Tiara Indah dan Puji Hariyanti Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta puji.hariyanti@uii.ac.i, pada jurnal tersebut terfokus pada
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan yaitu
Faktor Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi sudah cukup
terpenuhi dengan baik, hanya saja terdapat kendala pada faktor sumber daya
yaitu kurangnya jumlah staf seksi pelayanan informasi publik yang merupakan
implementor dalam kebijakan tersebut, selain itu belum terpenuhinya fasilitas
penunjang seperti kamera profesional. Meskipun jumlah staf yang kurang memadai,
implementor memiliki keahlian dalam menjalankan kebijakan tersebut yaitu mampu
mengoperasikan website dan juga media sosial sebagai sarana menyebarluaskan
informasi publik. Hal tersebut menjadi salah satu penunjang keberhasilan
implementasi kebijakan yang dijalankan sehingga pada November 2017 Dinas
Kominfo Kota Tasikmalaya mendapatkan penghargaan ke-3 pada Anugerah Media Humas
2017 kategori media sosial.
2.
Jurnal
Adminsitrasi Publik yang berjudul “Penerapan
Teknologi Informasi dan Komunikasi Di Desa (Studi Kasus di Kabupaten Lamongan)”
karya Yuniadi Mayowan Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang 2016. Pada jurnal tersebut
terfokus pada mengidentifikasi kesiapan penerapan Teknologi Informasi dan
Komunikai (TIK) dilihat dari aspek sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
kelembagaan dan anggaran dan menilai pelayanan melalui IT yang telah dilakukan.
3.
Jurnal
Administrasi Publik volume 1 tahun 2010 yang berjudul “IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN : Apa, Mengapa , dan Bagaimana”, karya Haedar Akib, Guru
Besar Ilmu Administrasi Universitas Negeri Makassar. Pada jurnal tersebut
menitik beratkan pada Tinjauan paradigmatis tentang apa substansi (ontologi),
mengapa (aksiologi) dan bagaimana (epistemologi) implementasi kebijakan
menunjukkan konsistensi dan kolaborasi pemikiran para pakar dalam menjelaskan
substansi, urgensi dan signifikansi, serta wahana atau konteks implementasi
kebijakan dilihat dari beragam perspektif, termasuk tata cara dan acara atau
implementasi kebijakan itu sendiri. Deskripsi hal itu telah dikonstruksi ke
dalam sebuah model deskriptif sistem determinan implementasi kebijakan yang
meliputi isi, konteks, dan infrastruktur (Akib dan Tarigan), atau model
mentalitas, sistem, dan jaringan kerja (Kadji), dan model-model lainnya dari
para pakar yang – oleh penulis – direkonstruksi menjadi model deskriptif
manajemen implementasi kebijakan berbasis pengetahuan, karena explicit
knowledge dan tacit knowledge menjadi bagian dari pekerjaan setiap implementor,
kelompok target kebijakan (masyarakat), dan pemangku kepentingan dalam
implementasi kebijakan atau program. Secara sederhana, model deskriptif
manajemen implementasi kebijakan berbasis pengetahuan meliputi: “dimensi”
(substansi isi, signifikansi atau urgensi, konteks, infrastruktur), “indikator”
dan “kriteria pengukuran” dari berbagai model implementasi kebijakan sebagai
sebuah sistem yang menekankan peranan dan fungsi aktor - pelaksana, pemangku
kepentingan, dan kelompok target dalam memberdayakan kreasi pengetahuan yang
dimiliki dalam melaksanakan kebijakan atau program.
BAB III
METODE
PENULISAN
III.1. Pengumpulan Data
dan Informasi
Penulisan
ini penulis lakukan dengan menggunakan Data dan informasi yang mendukung
penulisan, dikumpulkan dengan melakukan penelusuran pustaka, pencarian
sumber-sumber yang relevan dan pencarian data melalui internet. Data dan
informasi yang digunakan yaitu data dari berbagai Jurnal, media elektronik, dan
beberapa pustaka yang relevan.
Adapun teknik pengumpulan
data yang penulis lakukan yakni :
1.
Sebelum
analisis data dilaksanakan, penulis terlebih dahulu melakukan studi pustaka
yang menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis mengenai
lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan.
2.
Untuk
melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh, penulis
memerlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data tersebut
dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh suatu
solusi dan kesimpulan.
III.2. Pengolahan Data
dan Informasi
Beberapa
data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data, kemudian penulis
mengolahnya dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif berdasarkan
data sekunder.
BAB IV
ANALISIS DAN
SINTESIS
Aspek-aspek
yang akan dianalisis yaitu Etika Pelayanan Publik dalam Implementasi penggunaan
Teknologi APLIKASI KEKAYAAN INTELEKTUAL ONLINE dengan alamat website : www.dgip.go.id sebagai Implementasi Kebijakan Publik
yang dilakukan oleh Direktorat Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia dalam pendaftaran Merek Dagang Dan
Jasa dengan permasalahan bagaimanakah Etika Pelayanan Publik dalam Implementasi
terhadap proses perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia , Apakah Kebijakan Publik yang melindungi
Kekayaan Intelektual berjalan dengan semestinya sehingga memberikan keamanan
dan kenyamanan bagi pemilik Hak Kekayaan Intelektual. Dan Mengapa peranan
teknologi sangat dibutuhkan dalam pelayanan pendaftaran Hak Kekayaan
Intelektual
Sintesis
yang dijelaskan yaitu alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan yang
dianalisis yakni kemampuan operator serta server dalam menjalankan pelayanan
publik dalam proses pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual khususnya Merek Dagang
dan Jasa di Indonesia.
Pakar yang lebih awal mencurahkan perhatian dan gagasan
terhadap masalah implementasi ialah Douglas R. Bunker di depan forum the
American Association for the Advancement of Science pada tahun 1970 (Akib dan
Tarigan, 2008; Bowman dalam Rabin, 2001: 209). Eugene Bardach mengakui bahwa
pada forum itu untuk pertama kali disajikan secara konseptual mengenai proses
implementasi kebijakan sebagai suatu fenomena sosial politik (Edward III, 1984:
1) atau yang lazim disebut political game (Parsons, 1995: 470) sekaligus
sebagai era pertama dari studi impelementasi kebijakan (Birkland, 2001: 178).
Konsep implementasi semakin marak dibicarakan seiring dengan banyaknya pakar
yang memberikan kontribusi pemikiran tentang implementasi kebijakan sebagai
salah satu tahap dari proses kebijakan. Wahab (1991: 117) dan beberapa penulis
menempatkan tahap implementasi kebijakan pada posisi yang berbeda, namun pada
prinsipnya setiap kebijakan publik selalu ditindaklanjuti dengan implementasi
kebijakan. Implementasi dianggap sebagai wujud utama dan tahap yang sangat
menentukan dalam proses kebijakan (Birklan, 2001: 177; Heineman et al., 1997:
60; Ripley dan Franklin, 1986; Wibawa dkk., 1994: 15). Pandangan tersebut
dikuatkan dengan pernyataan Edwards III (1984: 1) bahwa tanpa implementasi yang
efektif keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan.
Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan
pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input
untuk menghasilkan.
Pemahaman
umum mengenai implementasi kebijakan dapat diperoleh dari pernyataan Grindle
(1980: 7) bahwa implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang
dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Proses implementasi baru akan
dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah
tersusun dan dana telah siap dan disalurkan untuk mencapai sasaran. Jika
pemahaman ini diarahkan pada lokus dan fokus (perubahan) dimana kebijakan
diterapkan akan sejalan dengan pandangan Van Meter dan van Horn yang dikutip
oleh Parsons (1995: 461) dan Wibawa, dkk., (1994: 15) bahwa implementasi
kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh (organisasi) pemerintah dan
swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk
mencapai tujuan.
Dalam
menjalankan dan mengimplementasikan kebijakan tentunya juga dipengaruhi oleh faktor
etika pelayanan publik.
IV.1. PENGERTIAN ETIKA
Menurut para ahli terkait etika diantaranya, M.Chaezul
Anam dan Lutfi J . Kurniawan (2021; 19) menegaskan bahwa Kesimpulan sederhana
tentang konsep etika ini adalah memuat tentang nilai-nilai yaitu yang dapat
menjelaskan tentang sejumlah sifat – sifat utama yang dimiliki oleh seseorang
manusia yang terinternalisasi dalam diri manusia. Hal tersebut kemudian akan
menjadi/membentuk keperibadian seseorang untuk mengambil tindalan atas
fungsi-fungsi individual maupun sosialnya sebagai manusia. Inilah yang kemudian
menjadi integritas seseorang yang didalamnya memuat tentang akhlak , etiket,
sopan santun. Inilah yang disebut sebagai budi pekerti.
Sedangkan menurut para ahli
lainnya antara lain :
Ø
Aristoteles,
dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai
berikut:
-
Terminius
Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
-
Manner
dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat)
yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat
dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Ø
Drs.
O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
Ø
Drs.
Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
Ø
Drs.
H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai
nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika
memberikan manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian
tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap
dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya
membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita
lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan
dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat
dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan
manusianya.
IV.2. ETIKA BIROKRASI
Etika
Birokrasi dan pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang
bersih, efisien dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokrasi
yang bercirikan keterbukaan, tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat,
menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, ketersediaan untuk menerima
pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika pemerintah mengamanatkan
agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan
pelayanan kepada publik, siap mundur bila merasa dirinya telah melanggar kaidah
dan sistem nilai maupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa
dan negara.
Etika
Birokrasi dan pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar
pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta antar kelompok kepentingan
lainnya untuk mencapai kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan
kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi dan golongan. Etika ini
diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertatakrama dalam perilaku politik yang
toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak
melakukan kebohongan publik , tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang
tidak terpuji lainnya.
IV.3. ETIKA PUBLIK
Etika Publik adalah pencerminan tentang norma yang
menentukan benar atau salah, baik atau buruk perilaku, Tindakan dan keputusan
dalam merusmuskan kebijakan publik dengan tujuan menjalankan tanggung jawab
sebagai pelayan publik. Etika Publik
merupakan gabungan dari kata etika dan publik.
Selain pengertian diatas , terdapat pengertian tentang
Etika publik yang menjelaskan bahwa Etika Publik adalah refleksi tentang standar/norma
yang menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk
mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan
publik. Integritas publik menuntut para pemimpin dan pejabat publik untuk
memiliki komitmen moral dengan mempertimbangkan keseimbangan antara penilaian
kelembagaan, dimensi-dimensi peribadi, dan kebijaksanaan di dalam pelayanan
publik (Haryatmoko, 2001). Menurut Azyumardi Azra (2012), etika juga dipandang
sebagai karakter atau etos individu/kelompok berdasarkan nilai-nilai dan
norma-norma luhur. Dengan pengertian ini menurut Azyumardi Azra, etika tumpang
tindih dengan moralitas dan/atau akhlak dan/atau social
decorum (kepantasan sosial) yaitu seperangkat nilai dan norma yang mengatur
perilaku manusia yang bisa diterima masyarakat, bangsa dan negara secara
keseluruhan. Dalam konteks Indonesia, menurut Azyumardi Azra, nilai-nilai etika
sebenarnya tidak hanya terkandung dalam ajaran agama dan ketentuan hukum,
tetapi juga dalam social decorum berupa adat istiadat dan nilai luhur
sosial budaya termasuk nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ajaran
Pancasila.
IV.4. ETIKA PUBLIK DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN
PUBLIK
Pemerintahan
negara pada hakikatnya menyelenggarakan dua jenis fungsi utama dalam teori ilmu
administrasi negara, yaitu fungsi pengaturan dikaitkan dengan hakikat negara
modern sebagai suatu negara hukum (legal state), sedangkan fungsi pelayanan
dikaitkan dengan hakikat negara sebagai suatu negara kesejahteraan (welfare
state). Baik fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan menyangkut semua segi
kehidupan dan penghidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan
pelaksanaannya dipercayakan kepada aparatur pemerintah tertentu yang secara
fungsional bertanggungjawab atas bidang-bidang tertentu kedua fungsi tersebut.
Secara
etimologis, pelayanan berasal dari kata layan yang berarti membantu
menyiapkan/mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang, kemudian pelayanan dapat
diartikan sebagai aktivitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan dan
mengurus baik itu berupa barang atau jasa dari satu pihak kepada pihak lain. Dari
seorang administrator diharapkan akan tercermin sifat-sifat memberikan
pelayanan publik, pengabdian kepada kepentingan umum dan memberikan pengayoman
kepada masyarakat lemah dan kecil. Administrator lebih menekankan pada
mendahulukan kepentingan masyarakat/umum dan memberikan service kepada
masyarakat daripada kepentingan sendiri.
Pelayanan
publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada
prinsipnya menjadi tanggungjawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di
pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah, dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa Pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh
instansi pemerintahan baik di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.
Konsep
pelayanan publik menurut Prof. Dr. Deddy Mulyadi , MSI (2018) sesungguhnya
berasal dari kata asing yakni Bahasa inggris “SERVICE” , dalam menjelaskan
kalimat “SERVICE” ini dalam pelayanan public menurut De Vrye (1994) mengatakan ada dua pengertian yang
terkandung didalamnya , yakni “…the attendance og an inferior upun a superior”
atau “to be useful”. Penegertian Pertama mengandung unsur ikut serta atau
tunduk dan Pengertian Kedua mengandung suatu kebermanfaatan atau kegunaan.
Pengertian kedua dari pendapat De Vrye tersebut sejalan dengan poendapat
Davidow Uttal (1989) yang memberikan pengertian lebih luas yaitu “ …whatever
enhances customer satisfaction” . Dengan demikian , dikatakan bahwa pelayanan
merupakan suatu usaha untuk mempertinggi kepuasan pelanggan.
Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya
adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas
pelayanan publik yang profesional. Berikut adalah beberapa azas-azas dalam
pelayanan publik:
1.
Transparansi
2.
Akuntabilitas
3.
Kondisional
4.
Partisipatif
5.
Kesamaan
Hak
6.
Keseimbangan
Hak dan Kewajiban
Dalam
menentukan kebijakan dalam pelayanan publik tentunya sudah pasti diatur oleh
peraturan yang diterbitkan oleh pejabat publik sebagaimana pengertian pelayanan
publik yang disebutkan didalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan
sedangkan hakekat pelayanan adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat
yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi
masyarakat.
Dalam
proses kegiatan pelayanan diatur juga mengenai prinsip pelayanan sebagai
pegangan dalam mendukung jalannya kegiatan. Adapun prinsip pelayanan publik
menurut keputusan MENPAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 antara lain adalah:
1.
Kesederhanaan
2.
Kejelasan
3.
Kepastian
waktu
4.
Akurasi
5.
Keamanan
6.
Tanggung
jawab
7.
Kelengkapan
sarana dan prasarana
8.
Kemudahan
akses
9.
Kedisiplinan,
kesopanan dan keramahan
10. Kenyamanan
Penyelenggara
pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai
jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. “Standar pelayanan merupakan
ukuran yang dibakukan dalam penyelenggara pelayanan publik yang wajib ditaati
oleh pemberi dan penerima pelayanan”. Kep. MENPAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003
meliputi:
1.
Prosedur
pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan
termasuk pengaduan.
2.
Waktu
penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
sampai dengan penyelesaian termasuk pengaduan.
3.
Biaya
pelayanan Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam
proses pemberian pelayanan.
4.
Produk
pelayanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan.
5.
Sarana
dan prasarana Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh
penyelenggara pelayanan publik.
6.
Kompetensi
petugas pemberi pelayanan Kompetensi petugas pemberi pelayanan haru ditetapkan
dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan
perilaku yang dibutuhkan.
Azas,
prinsip, dan standar pelayanan tersebut diatas merupakan pedoman dalam
penyelenggaraan pelayanan publik oleh instansi pemerintah dan juga berfungsi
sebagai indikator dalam penilaian serta evaluasi kinerja bagi penyelenggara
pelayanan publik. Dengan adanya standar dalam kegiatan pelayanan publik ini
diharapkan masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan
prosesnya memuaskan dan tidak menyulitkan masyarakat
Aturan tentang
Pelayanan Publik di Indonesia ini diperkuat dan dirumuskan kembali dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik sebagai
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundag-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa dan/atau pelayanan administrative yang disediakan oleh
penyelenggra pelayanan publik.
Dari
bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan atas
beberapa jenis pelayanan publik antara lain :
- Pelayanan
Administratif.
Berupa pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen
resmi yang dibutuhkan oleh publik,
misalnya Status Kewarganegaraan, Sertifikat Kompetensi, kepemilikan atau
penguasaan terhadap suatu barang atau dokumen dan sebagainya, antara lain
SERTIFIKAT Hak Kekayaan Intelektual, Sertifikat Hak Atas Tanah, Kartu Tanda
Penduduk, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kenderaan Bermotor
(BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat tanda Kenderaan Bermotor (STNK), Izin
Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor dan sebagainya.
- Pelayanan
Barang
Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/ jenis barang
yang dibutuhkan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga
listrik, air bersih dan sebagainya.
- Pelayanan
Jasa
Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang
dibutuhkan oleh publik, misalnya Pendidikan, pemeliharaan Kesehatan,
penyelenggaraan tarnsportasi, pos dan sebagainya,
Dari
ketiga jenis pelayanan publik tersebut diatas, yang harus dipahami sesungguhnya
ialah bahwa pelayanan masyarakat (public service) merupakan produk dari
ORGANISASI PEMERINTAHAN. (artikel BKD Riau.go.id 2021)
Sehingga
dengan demikian jelaslah bahwa pelayanan publik pada dasarnya menjadi kewajiban
aparatur negara sebagai abdi masyarakat dalam memberikan pelayanan yang
berkualitas, yang dapat dilihat melalui :
a.
Tata
cara atau Prosedur Pelayanan, yang dibuat secara baku bagi pemberi dan penerima
pelayanan termasuk pengaduan.
b.
Waktu
Penyelesaian , ketepatan dan kecepatan waktu menjadi tolak ukur dalam pelayanan
publik yang diperhitungkan sejak pengajuan permohonan sampai dengan
penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
c.
Biaya
atau Tarif Pelayanan, dalam pelayanan publik yang diberikan tercatat secara
resmi biaya yang dibutuhkan secara transparan dan akuntable lengkap dengan
perinciannya, yang biasanya diatur dalam aturan tersendiri berupa Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNPB).
d.
Produk
Pelayanan, ditargetkan dalam memberikan pelayanan maka hasil yang akan doterima
adalah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
e.
Sarana
dan Prasarana wajib tersedia secara memadai dan saat ini disesuaikan dengan
kemajuan teknologi sehingga dapat dilaksanakan secara ONLINE maupun OFF LINE.
f.
Kompetensi
Petugas Pelayanan dalam memberikan pelayanan publik harus ditetapkan dengan
tepat berdasarkan pengetahuan , keahlian, ketrampilan, sikap, dan prilaku yang
dibutuhkan.
Untuk
memberikan pelayanan publik yang lebih baik perlu ada upaya untuk memahami
sikap dan perubahan kepentingan publik sendiri. Perubahan kehidupan dunia yang
begitu cepat mempunyai pengaruh yang cepat pula terhadap perubahan sikap dan
perilaku masyarakat secara umum. Pada prinsipnya, setiap pelayanan publik harus
senantiasa ditingkatkan kualitasnya sesuai dengan keinginan masyarakat.
Pemerintah sudah seharusnya menganut paradigma berorientasi pada kepentingan
masyarakat (customer driven) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat luas,
mempersiapkan seluruh perangkat untuk memenuhi paradigma tersebut secara
sistematik, sehingga terwujud pelayanan publik yang berkualitas. Pelayanan
publik oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi
aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara serta
untuk mensejahterakan masyarakat dari suatu negara kesejahteraan. Sementara
itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat
dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi
dari empowering yang dialami oleh masyarakat. Hal ini menjadikan masyarakat
semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajiban, semakin berani untuk
mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah dan semakin
kritis dan berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh
pemerintahnya.
Dalam
kondisi masyarakat yang digambarkan diatas, birokrasi publik harus dapat
memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana,
transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat
membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan
masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri.
Pemerintah
juga dituntut untuk menerapkan prinsip equity, artinya pelayanan pemerintah tidak
boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan diberikan tanpa memandang
status, pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai
hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Peningkatan
pelayanan publik tidak akan sejalan dengan tujuan apabila tidak ikut campur
tangan partisipasi masyarakat. Menurut Marschall tujuan dari partisipasi publik
adalah pada dasarnya untuk mengkomunikasikan dan mempengaruhi proses
pengambilan keputusan sebagaimana juga membantu dalam pelaksanaan pelayanan.
Oleh karenanya penyelenggara pelayanan publik haruslah mendapat partisipasi
dari masyarakat. Konsep partisipasi masyarakat terhadap fungsi pelayanan yang
diberikan pemerintah dapat berupa partisipasi dalam hal mentaati pemerintah,
membangun kesadaran hukum, kepedulian terhadap peraturan yang berlaku, dan
dapat juga berupa dukungan nyata dengan membantu secara langsung proses
penyelenggaraan pelayanan publik.
Sebuah
peningkatan pelayanan selalu memiliki kualitas pelayanan yang telah menjadi isu
penting dalam penyediaan layanan publik di Indonesia. Kesan buruknya pelayanan
publik selama ini selalu menjadi citra yang melekat pada institusi penyedia
layanan di Indonesia. Selama ini pelayanan publik selalu identik dengan
kelambanan, ketidak adilan, dan biaya tinggi. Belum lagi dalam hal etika
pelayanan dimana perilaku aparat penyedia layanan yang tidak ekspresif dan
tidak mencerminkan jiwa pelayanan yang baik. Kualitas pelayanan sendiri
didefinisikan sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Oleh
karenanya kualitas pelayanan berhubungan dengan pemenuhan harapan atau
kebutuhan pelanggan. Pelayanan merupakan salah satu alat pemuas kebutuhan
manusia sebagaimana halnya dengan barang. Salah satu yang membedakannya dengan
barang adalah sebagai suatu produk yang intangible, pelayanan memiliki dimensi
yang berbeda dengan barang yang bersifat tangible. Produk akhir pelayanan
sangat tergantung dari proses interaksi yang terjadi antara layanan dengan
konsumen
.
IV.5. IMPELEMENTASI ETIKA PELAYANAN PUBLIK DALAM
PROSES PERLINDUNGAN
HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
Selain
pengertian implementasi oleh para pakar
yang telah penulis uraikan sebelumnya penulis kembali menguraikan pengertian
implementasi menurut Inu Kencana Syafiie “implementasi adalah apa yang
terjadi setelah peraturan perundang-undangan ditetapkan, yang memberikan
otorisasi pada suatu program, kebijakan, atau suatu bentuk hasil (output) yang
jelas (tangible)“. Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan
yang mengikuti maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang
diingatkan oleh para pejabat pemerintah. Implementasi merupakan aspek yang
penting dalam proses kebijakan dan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan
tertentu dengan sarana dan prasarana tertentu dalam urutan waktu tertentu. Pada
dasarnya implementasi adalah upaya untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan
melalui program-program agar dapat terpenuhi pelaksanaan kebijakan itu.
Sebagaimana
telah diketahui sebelumnya bahwa Pelayanan Publik adalah segala bentuk kegiatan
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, di daerah dan
lingkungan badan usaha milik negara atau daerah, barang atau jasa baik dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketertiban-ketertiban.
Sedangkan
Administrasi publik ialah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang
atau lembaga dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dalam memenuhi
kebutuhan publik secara efisien dan efektif.
Pelayanan
publik yang penulis bahas dalam penelitian ini adalah pelayanan administrasi Kekayaan
Intelektual yang selama ini menjadi keluhan masyarakat yang merasakan kesulitan
serta biaya yang mahal dalam melakukan pendaftaran Kekayaan Intelektual khususnya
Merek Dagang Dan Jasa.
Penulis
membatasi tulisan ini pada kaedah pendaftaran Merek yang merupakan satu-satunya
cara untuk memberikan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual
berupa MEREK yang merupakan bahagian
dari pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Organisasi Direktorat Merek
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Republik
Indonesia.
Dalam
penulisan karya tulis ini yang dimaksud dengan pelayanan publik dalam proses
pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual khususnya dalam pendaftaran Merek Dagang
dan Jasa. Sejak tahun Agustus 2019 Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
pada Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia telah berhasil menerapkan
pelayanan publik dengan mempergunakan teknologi internet pada website www.dgip.go.id , sehingga pemanfaatan teknologi
informasi dan pelayanan publik ini dapat dengan mudah di akses selama 1x24 jam
oleh masyarakat yang berkeinginan untuk mendaftarkan Kekayaan Intelektual yang
dimilikinya dengan ketepatan waktu serta biaya yang murah , transparansi dan
akuntable.
Salah
satu implementasi pelayanan publik yang sudah dapat dikatakan sebagai PELAYANAN
PUBLIK DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL adalah Proses Pendaftaran Hak Kekayaan
Intelektual di Indonesia saat ini sejak diluncurkan hingga khususnya di masa pasca
pandemic ini sudah banyak mengalami berbagai perubahan , jauh lebih praktis,
transparan dan akuntabel yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
PARA PEMILIK HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL sebagai CALON PENDAFTAR dalam penerbitan
SERTIFIKAT Hak Kekayaan Intelektual. Pelayanan terpadu secara ONLINE telah
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual secara prosedur telah
memenuhi keinginan CALON PENDAFTAR, saat ini dalam pelaksanaannya juga sudah
berjalan dengan baik. Pelayanan diberikan keseluruh lapisan masyarakat maupun
badan hukum tanpa memandang derajat maupun status social CALON PENDAFTAR pada
layanan tersebut serta berhasil memutuskan rantai birokrasi pelayanan yang
selama ini menajdi keluhan masyarakat , dengan pelayanan berbasis teknologi ini
juga diharapkan dapat mengurangi bahkan menghapus pungutan liar dan proses
pelayanan berjalan dengan lebih cepat dan akurat.
Faktor pendukung
dalam pelayanan yaitu kemampuan dan ketrampilan aparatur Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual dalam bekerja harus cermat dan teliti oleh karena pasca
pendaftaran secara ONLINE maka memasuki fase pengumuman maupun khususnya saat
memasuki fase pemeriksaan substantif
sering terjadi perselisihan berupa penolakan atas pendaftaran Kekayaan Intelektual
yang berujung pada upaya hukum Banding pada Komisi Banding dan tidak jarang
yang selanjutnya berperkara di Pengadilan Niaga. Sedangkan faktor penghambatnya
pelayanan adalah saat server atau terjadinya gangguan internet.
Kehadiran
aplikasi KI ONLINE ini telah mempermudah masyarakat atau badan hukum untuk
mendaftarkan sendiri permohonan PENDAFTARAN KEKAYAAN INTELEKTUAL dimana saja ia
berada. Para CALON PENDAFTAR Hak Kekayaan Intelektual tidak lagi harus membawa
banyak dokumen permohonan, pendaftaran ini dapat juga dilakukan melalui kantor
KONSULTAN KEKAYAAN INTELEKTUAL yang terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual.
Tentunya
Pelayanan Publik PENDAFTARAN KI ONLINE ini bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang pentingnya Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual
dalam melindungi karya yang dimiliki maupun bertujuan pula meningkatkan
Pendapatan Negara Non Pajak (diluar pajak) atau dikenal juga dengan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP).
Peningkatan
layanan masyarakat melalui aplikasi online ini oleh Dirjend Kekayaan
Intelektual bertujuan untuk membangun sumber daya manusia yang mampu
memanfaatkan kemajuan teknologi sekaligus membangun system pelayanan publik
yang lebih efektif dan efisien melalui penggunaan internet. Selain itu juga
bersih dari KORUPSI KOLUSI dan NEPOTISME guna tercapainya misi dan visi
besarnya mencapai THE BEST IP OFFICE THE WORLD dengan berlandaskan semangat
reformasi birokrasi yang bersih dan melayani. (dgip.go.id)
IV.6. PROSEDUR DAN TATA
CARA PENDAFTARAN MEREK
Adapun
prosedur dan tata cara pendaftaran MEREK secara ONLINE, antara lain sebagai
berikut :
a) Calon Pendaftar Merek melakukan
registrasi di akun merek.dgip.go.id
b) Meng-klik tanda tambah (+) untuk membuat
permohonan baru MEREK.
c) Pesan KODE BILLING dengan mengisi nama
PEMOHON , tipe, jenis dan pilihan kelas dan alamat email pemohon.
i.
KODE
BILLING merupakan kode khusus untuk pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNPB).
ii.
KODE
BILLING dapat juga diperoleh melalui APLIKASI SIMPAKI pada dgip.go.id.
d) Lakukan pembayaran sesuai tagihan pada
APLIKASI SIMPAKI.
e) Selanjutnya PEMOHON membuka aplikasi
dipoint (a) selanjutnya mengisi
tahapan-tahapan administrasi antara lain : Verifikasi Kode Billing, Kolom
Identitas Pendaftar, Kolom Prioritas apabila Merek telah terdaftar di luar
negeri, Kolom Identitas Kuasa apabila melalui Kuasa yang secara otomatis
tertera, Kolom Isian terkait MEREK yang akan didaftarkan berikut logo gambar
lukisan merek dalam format JPEG, Kolom Jenis produk barang/jasa merek yang akan
didaftarkan, kolom kelengkapan dokumen berupa kartu tanda pengenal pemohon
(dokumen pendukung), Surat Kuasa
Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (jika melalui kuasa), Tanda Tangan
Elektronik Kuasa, Tanda Tangan Elektronik Pemohon, serta dokumen pendukung
lainnya yang keseluruhannya dibuat dalam bentuk format PDF.
f) Jika dirasa semua sudah di isi dengan
benar, selanjutnya PEMOHON mengklik selesai
g) PEMOHON mengunggah / men download
dokumen pendaftaran yang dibutuhkan.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sesuai
dengan rumusan masalah serta uraian pembahasan yang telah dipaparkan dalam Karya
Tulis ini, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Implementasi
pelayanan publik berbasis aplikasi KI ONLINE pada Direktorat Merek Direktorat
Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia dalam
penyediaan pelayanan administrasi Pendaftaran Merek , penulis mengambil
kesimpulan kemudahan penggunaan aplikasi KI ONLINE dapat meringkas prosedur
pelayanan manual yang memakan waktu berhari-hari kerja menjadi 2 sampai 3 hari
saja. Selain itu aplikasi tersebut mampu memangkas biaya pelayanan yang tidak
seharusnya dikeluarkan oleh masyarakat.
2.
Berdasarkan
penjelasan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan PENDAFTARAN
KEKAYAAN INTELEKTUAL secara ONLINE melalui internet ternyata sangatlah membantu
dan mempermudah dalam proses mendapatkan atau penerbitan SERTIFIKAT MEREK atau
Kekayaan Intelektual lainnya, sehingga pelayanan public kepada masyarakat
diharapkan dapat mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan mudah, sehingga apa
yang menjadi keinginan dan kehendak dari masyarakat atau badan hukum dapat
terwujud sesuai dengan harapan. Sehingga dengan adanya system pendaftaran
secara ONLINE telah sesuai dengan perkembangan zaman oleh karena saat ini
segala sesuatunya menggunakan sarana dan prasarana secara online dapat
dilakukan oleh semua pihak guna mempermudah segala sesuatunya terutama dalam
pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual.
3.
Faktor
pendukung implementasi pelayanan publik berbasis aplikasi KI ONLINE adalah
Undang-Undang legalisasi hukum UU ITE No. 11 Tahun 2008, PP No. 82 Tahun 2012
dan PP terbaru E-GovernmentNo. 95 Tahun 2018, pelatihan pengoperasian aplikasi
yang diberikan oleh pihak Diretorat Merek Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual, partisipasi masyarakat, dukungan pemerintah daerah (political
will), dan sarana dan prasarana yang mendukung pada kantor desa dengan adanya
komputer dan jaringan wi-fi. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat
implementasi pelayanan publik berbasis aplikasi KI ONLINE adalah adanya
gangguan jaringan yang disebabkan oleh cuaca buruk dan mati lampu.
B.
Saran
Saran penulis dalam
implementasi pelayanan publik berbasis aplikasi KI ONLINE untuk pihak aparatur
pelaksana kedepannya yang harus dibenahi adalah :
1.
Masalah
jaringan yang kurang mendukung sehingga memperlambat proses kinerja aparatur
Direktorat Merek Direktorat Jenderal kekayaan Intelektual.. Mungkin bisa
diatasi dengan penggunaan provider jaringan yang mendukung, sehingga penggunaan
aplikasi masih dapat berlangsung ketika cuaca buruk maupun sedang mati lampu
sekalipun.
2.
Beberapa
fasilitas dalam layanan aplikasi tersebut segera diperbaiki agar memudahkan
penggunanya
BAB VI
DAFTAR
PUSTAKA :
Adibrata , Jurnal Vol 1
Nomor 1, April 2021
Zaim Saidi, Selamat
Datang WTO, Republika, Jakarta,1995
Mohtar Mas’oed, Makalah
WALHI Medan 1994
Wikipedia, Hak Kekayaan
Intelektual 2021
Artikel BKD , Riau.go.id
2021
Moenir, HAS (2010) , Manajemen
Pelayanan umum di Indonesia, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pelayanan
Publik.
Prof.Dr. Deddy Mulyadi, MSi,
Adminsistrasi Publik Untuk Pelayanan Publik, Alfabeta Bandung,
2018
De Vyre, Chaterine, Good
Service is Good Bussiness, 7 Simple Strategies for succsess,
Competitive
Edge Management Series, AIM, 1994 :
www.dosenpendidikan.co.id/implementasi-adalah/
Inu Kencana Syafiie, Pengantar
Ilmu Pemerintahan, Penerbit PT. Rieneka Cipta, Jakarta, 2008
Sondang P. Siagian, Kerangka
Dasar Ilmu Administrasi, Rineka Cipta, Jakarta, 2001
Poerwadarminta, W. J. S., Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. 1999
Jurnal Administrasi Publik
volume 2 tahun 2018 yang berjudul “Implementasi Kebijakan
Keterbukaan Informasi Publik pada Dinas
Kominfo Kota Tasikmalaya”
Karya Tiara Indah dan Puji Hariyanti Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta puji.hariyanti@uii.ac.i,
Jurnal Adminsitrasi Publik yang berjudul “Penerapan
Teknologi Informasi dan Komunikasi Di
Desa (Studi Kasus di Kabupaten
Lamongan)” karya Yuniadi Mayowan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang 2016.
Jurnal Administrasi Publik
volume 1 tahun 2010 yang berjudul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN :
Apa, Mengapa , dan Bagaimana”, karya Haedar Akib, Guru Besar Ilmu
Administrasi Universitas Negeri Makassar.
Komentar
Posting Komentar